Monaco Of Asia

Sebutan tersebut tidak asing lagi kita dengar sejak tahun 2017 silam sudah tenar, namun belum juga terpenuhi hingga saat ini, Monaco of Asia adalah sebutan dari Pulau Samosir yang telah menalami perubahan besar yang membawa nama kawasan Indonesia bahkan Asia naik hingga puncaknya. Wujud Monaco tersebut dapat kita lihat dari Samosir yang pada saat ini sedang dalam masa pembangunan baik dari segi infrastruktur maupun dari segi kebudayaan lokalnya. hal tersebut dimulai sejak masa jabatan Ir. Rapidin Simbolon dan pada saat ini Vandiko Gultom Demi mengembangkan Danau Toba menjadi tujuan wisata kelas dunia pemerintah banyak mendorong percepatan pengembangan Danau Toba menjadi "Monaco" nya Asia. Menghidupkan kembali wisata Danau Toba yang pernah menjadi tujuan wisata favorit turis mancanegara pada era tahun 1990-an dan merupakan harapan besar  bagi rakyat Sumatera Utara, umumnya Indonesia. Pengembangan yang akan dilakukan adalah dengan membangun sarana dan prasarana termasuk infrastruktur sehingga wilayah sekitaran Danau Toba akan naik hingga puncaknya. Mulai dari pembangunan jalan tol Kuala Namu hingga ke Sibolga, tahap pertama Kuala Namu-Tebing Tinggi yang progresnya telah mencapai 83 persen, termasuk juga di Pulau Samosir pembangunan jembatan tol yang dimana hal tersebut akan membantu mengembangkan perekonomian Kabupaten Samosir. Pengembangan bandara juga dilakukan untuk turis lokal atau mancanegara yang akan ke Danau Toba lewat jalur udara. Memperlebar runway Bandara Silangit, dari yang sebelumnya hanya 35 meter, menjadi 42 meter. Dengan runway yang lebih panjang pesawat-pesawat berbadan besar dapat mendarat di bandara tersebut. pembangunan dan pengembangan tempat wisata seperti Si BEa-Bea, Si Patungan, Si Patar, dan lainnya. Pemerintah bukan tanpa alasan menjadikan Danau Toba sebagai ‘Monaco of Asia’. Monaco adalah sebuah negara kecil yang menjadi tempat favorit seleb dunia, hingga perhelatan bergengsi Grand Prix Formula One. Dengan ukuran luas wilayah 202 Ha, Monaco merupakan negara kedua terkecil di dunia. Ukurannya luas wilayahnya hampir sama dengan kabupaten Samosir 206.905 Ha. halt tersebutlah yang menimbulkan sebutan pada kabupaten samosir sebagai Monaco of Asia Benturan Kebudayaan Mengutip kalimat Antropolog Koentjaraningrat: “Budaya merupakan sebuah sistem gagasan dan rasa, sebuah tindakan serta karya yang dihasilkan oleh manusia di dalam kehidupannya yang bermasyarakat, yang dijadikan kepunyaannya dengan belajar.” Masyarakat di sekitar Danau Toba adalah masyarakat yang masih menjunjung tinggi adat istiadat. Sebagai sebuah kebudayaan, ia diwariskan secara turun temurun dan menjadi satu pedoman hidup dan cara pandang sejak ratusan tahun lalu. Teori ini menjelaskan bahwa budaya merupakan pedoman masyarakat dalam proses berinteraksi setiap harinya. Dalam budaya Batak Toba misalnya, pedoman hidup dalihan na tolu masih dipegang teguh. Secara harfiah dalihan na tolu bermakna “tiga buah tungku”, sebuah simbolisasi sistem kekeluargaan Batak Toba yang harmonis, yang terdiri dari: somba marhula-hula (hormat kepada marga keluarga istri), manat mardongan tubu (hormat dan rukun kepada sekeluarga dan semarga), dan elek marboru (anak perempuan dan keluarga perempuan harus dirangkul dan dibujuk). Falsafah hidup ini kemudian membentuk tatanan atau kedudukan sosial yang setara dan saling mengayomi. Nilai-nilai budaya yang tetap dipertahankan ialah kekerabatan atau kerukunan, hagabeon yang bermakna pengharapan panjang umur, dan beranak cucu, hamoraon kekayaan dalam konteks kekayaan yang bersifat materil dan kekayaan spiritual, dan uhum atau hukum, di mana masyarakat berusaha untuk tidak melanggar aturan atau kesepakatan yang ada dalam masyarakat baik yang tersurat maupun tersirat. Dalam hal ini juga ditanamkan budaya untuk menepati segala janji-janji. Bukan hanya itu, nilai budaya yang masih dilestarikan adalah budaya marsiurupan atau gotong-royong. Cara ini dimanfaatkan dalam menyelesaikan setiap permasalahan serta sebagai kaidah dalam memenuhi kebutuhan perekonomian keluarga. Tentu tidak tertinggal untuk disebut adalah seni musik dan tari-tarian. Budaya inilah yang memberikan pengaruh yang besar terhadap peradaban masyarakat, menjadikan masyarakat yang rukun, berpengharapan teguh, kaya secara spiritual dan materi. Menjadi masyarakat yang mengayomi orang di sekitar, masyarakat Batak akan diharapkan menjadi penopang dalam kehidupan sosial dan alam sekitarnya. Ia pula menjadi masyakrat yang memiliki identitas dan jati diri yang jelas, serta berkebudayaan yang kokoh, terjaga dari generasi ke generasi. Konsep “Monaco of Asia” bagi saya sangat mengagumkan sekaligus mengerikan. Ia mengagumkan, karena menjadikan Danau Toba layaknya panggung internasional, tempat orang-orang berlatarbelakang budaya berbeda dari berbagai negara berbagi keindahan ciptaan Tuhan itu. Bersama masyarakat, pelancong berbagi pengalaman dan kepentingan. Namun demikian, kita tahu sendiri, sejauh mana SDM dan penguasaan teknologi masyarakat sekitar yang belum masuk taraf memadai untuk menerima situasi baru yang luar biasa itu. Sebagai sebuah pertumbuhan dalam setiap sektor, apalagi pariwisata, harus didukung oleh beberapa hal, di antaranya yang utama adalah soal sumber daya manusia (SDM) dan teknologi. SDM yang dimaksud adalah memadai dalam hal mutu ilmu pengetahuan dan keahlian, terlebih-lebih meningkatkan produk agroindustrinya. Belum lagi kalau kita ingin mengurai masalah tentang tingkat keramahtamahan (hospitality) dan kecerdasan bergaul (social intelligent). Maka, satu entitas yang paling masuk akal yang akan muncul adakah, interaksi antara budaya akan memunculkan dampak sosial tersendiri. Perjalanan menuju “Monaco of Asia” dalam jangka pendek dapat memunculkan kekhawatiran beberapa segi kebudayaan masyarakat setempat yang terkikis. Situasi terkikis pada akhirnya menciptakan pori-pori, tempat terpenetrasinya budaya asing. Menjadikan Danau Toba sebagai kawasan pariwisata internasional, dengan menghabiskan dana triliunan rupiah adalah sebuah gerak globalisme, memasuki budaya serta kearifan lokal masyarakat, jikalau tidak disertai formula yang tepat. Maka, dalam memperkuat tameng budaya, dana besar itu harus pula digunakan dalam upaya edukasi dan internalisasi kebudayaan asli masyarakat, khususnya kepada orang-orang muda. Jikalau dana hanya demi kepentingan pemodal, apa artinya keindahan Danau Toba, tanpa kearifan budaya yang nantinya hilang begitu saja. Kita ingin masyarakat Danau Toba nantinya seperti Jepang dan Tiongkok. Masyarakat di dua negara itu, globalisme menjadikan mereka maju dan berkembang di beragam sektor, tetapi kebudayaan nenek moyang yang juga turut dipertahankan, membuat mereka kian kuat. by Riani Simbolon

1 komentar:

keripik singkong Coklat

kisaran harga Rp 20.000 - Rp 75.000 terbuat dari singkong pilihan dengan pengelolaan singkong di kupas, lalu di rendam dengan air kapur ...